Kaki-kaki kecil menapak bumi,
Wajah teduh tersipu malu-malu,
Datang dengan segenggam asa,
Untuk berjumpa sang idola...
Lorong-lorong kecil kau jelajahi,
Bukit-bukit terjal kau turuni,
Hujan dan panas terlewati,
Penat dan lelah kau jalani,
Untuk menggenggam asa samapai ke sudut-sudut negeri...
Dunia yang dulunya gelap tak bewarna,
Tak bisa apa-apa
Dunia yang dulunya kosong,
Hampa...
Tak berisi apa-apa,
Wajah teduh tersipu malu-malu,
Datang dengan segenggam asa,
Untuk berjumpa sang idola...
Lorong-lorong kecil kau jelajahi,
Bukit-bukit terjal kau turuni,
Hujan dan panas terlewati,
Penat dan lelah kau jalani,
Untuk menggenggam asa samapai ke sudut-sudut negeri...
Dunia yang dulunya gelap tak bewarna,
Tak bisa apa-apa
Dunia yang dulunya kosong,
Hampa...
Tak berisi apa-apa,
Kini hadirmu begitu dinanti,
Tersebar di seluruh pelosok negeri,
Dari Sabang sampai Merauke,
Kau buat dunia penuh warna
Dengan goresan tinta dan tuturmu...
Guru, memang pejuang tangguh,
Pejuang tanpa kenal waktu,
Pejuang tanpa balas jasa,
Pejuang yang penuh semangat
Pejuang yang ikhlas,
Meski raga mulai rapuh...
Tersebar di seluruh pelosok negeri,
Dari Sabang sampai Merauke,
Kau buat dunia penuh warna
Dengan goresan tinta dan tuturmu...
Guru, memang pejuang tangguh,
Pejuang tanpa kenal waktu,
Pejuang tanpa balas jasa,
Pejuang yang penuh semangat
Pejuang yang ikhlas,
Meski raga mulai rapuh...
Puisi Oleh: Betzekni, S.Pd (Guru UPT SDN 08 Pulau Punjung)
Puisi ini dibacakan dalam Lomba Cipta Baca Puisi Kemerdekaan RI ke-77 Tingkat Kabupaten Dharmasraya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar