Kisah Anak Manusia: Luka Jiwa - Sonata | Moving for Education

Breaking

Post Top Ad


Post Top Ad


Rabu, 09 Juli 2025

Kisah Anak Manusia: Luka Jiwa


ANGIN DINGIN
di paruh tahun ini terasa begitu kuat. Dinginnya hingga menusuk tulang. Dan di saat bersamaan, laki-laki itu terus saja mengais seluruh kekuatan yang masih tersisa dalam dirinya. Kekuatan untuk bangkit dari keterpurukan yang ia sendiri menciptakannya.

 

Malam yang kian larut, hampir pagi. Langkah-langkah kakinya yang terasa begitu lelah, membawanya ke jalan pulang menuju tempatnya berdiam. Ya, ia hanya seorang pengembara yang sejak lama telah dihempas takdir. Kini semua terasa begitu hampa, tidak ada lagi semangat tersirat dalam langkahnya.

 

Keputusan untuk meninggalkan semua yang telah dibersamainya di sini telah bulat. Keputusan itu ia ambil demi melupakan segalanya. Menjauh dari takdir yang membuatnya harus menata lagi kepingan-kepingan hati yang tercabik.

 

Satu kalimat yang selalu terngiang di telinganya, adalah kalimat terakhir yang membuat jiwanya runtuh. Kalimat yang keluar dari mulut seseorang yang ia cintai begitu dalam. Dan kalimat itu telah menghancurkan semua harapan yang ia temui dalam perjalanan hidup.

 

“Ternyata semua perempuan itu sama. Sama-sama pemberi rasa sakit.” Sambil melangkah, gumaman kalimat itu keluar dari mulutnya. Ada kesedihan yang begitu besar, kesedihan karena telah dipermainkan oleh seorang yang ia cintai, seorang perempuan yang pernah memberinya harapan  untuk hidup lebih baik.

 

Langkahnya kini terhenti. Ia telah tiba di rumah yang selama ini menjadi tempatnya bernaung. Rumah seorang teman, tempatnya diterima dan diberi tumpangan untuk mengistirahatkan lelah yang ia tanggungkan.

***

 

“Maaf, kami hanya mengusulkan agar kamu kembali pulang. Semua keputusan itu ada padamu. Kami hanya menyampaikan, keadaan kita sekarang tidak lagi sama seperti dulu, sebelum kamu datang ke daerah ini.”

 

Suara di ujung telepon itu didengarnya tanpa rasa. Yang sedang bicara adalah sahabat yang selama ini membantunya untuk tumbuh dan besar di pulau seberang.

 

“Aku akan kembali. Tapi tidak untuk menetap seperti dulu lagi.” Laki-laki itu hanya menjawab dengan kalimat pendek.

 

“Kamu akan kemana lagi? Tempatmu bukan di sana, tempatmu di sini, bersama kami yang selalu mendukungmu,” suara di ujung telepon memberinya semangat untuk pulang.

 

“Iya, tempatku bukan di sini, tetapi aku sudah memutuskan untuk pergi ke tempat di mana tidak ada lagi rasa sakit.” Ia menjawab dengan nada sangat pelan. Dadanya terasa ditekan beban yang begitu berat.

 

“Baiklah, yang penting kamu pulang dulu. Kami sudah lama menunggumu.” Balas suara di sambungan telepon yang sedetik kemudian ia tutup begitu saja.

 

Pulang? Kemanakah ia akan pulang? Kembali ke kota yang selama ini menjadi tempatnya hidup? Batinnya tak lagi ingin kembali ke tempat-tempat di mana semua orang akan melihat perubahan dalam dirinya.

 

Ia bukan lagi orang yang sama. Semua urusan yang selama ini ia geluti telah ditinggalkannya, hanya karena tidak ingin semua kenangan itu terus mengikuti langkahnya. Ia telah memutuskan untuk pergi, tapi bukan pulang ke kota yang sejak beberapa tahun silam ia tinggalkan demi sebuah wasiat.

 

Ada rasa malu yang begitu hebat dalam dirinya pada semua orang yang ia kenal. Kini, di sini, ia memilih untuk tidak berkomunikasi dengan siapapun. Tidak pula dengan orang-orang yang telah menganggapnya bagian dari sebuah keluarga.

 

Rasa malu yang timbul dari perjalanan diri. Persoalan-persoalan yang muncul dan ia alami, telah membuatnya tidak memiliki harga diri di depan semua orang yang mengenalinya. Semua itu, ia lakoni karena rasa cinta. Cinta yang datang begitu saja, memberinya harapan, lalu hilang ditelan masa.

 

Ya, kisah cinta kadang tidak hanya berbuah senyum bahagia, tak jarang menimbulkan kenestapaan, pun penderitaan berkepanjangan. Perempuan yang ia cintai sungguh-sungguh, telah melukai dirinya dengan sangat. Luka yang mungkin takkan pernah sembuh selamanya. (bersambung)

(Cerita ini adalah bagian-bagian akhir dari novel Cinta di Kaki Marapi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad