SONATA.id – Pentingnya pelestarian bahasa daerah di tengah arus globalisasi yang semakin kuat sangat memengaruhi generasi muda.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikdasmen, Hafidz Muksin, dalam dialog khusus di sebuah saluran televisi di Padang, bersama Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Rahmat, serta dua pelestari bahasa Minangkabau, Matron Masdison dan Jawahir, yang turut memberikan pandangan mendalam terkait dinamika dan tantangan revitalisasi bahasa daerah.
"Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa, namun bahasa daerah adalah identitas budaya dari satu wilayah yang tidak boleh hilang. Kita menghadapi situasi serius: dari 718 bahasa daerah, banyak yang sudah berada di kategori kritis dan terancam punah. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya melestarikan bahasa daerah melalui program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD)," ujar Hafidz.
Hafidz menjelaskan, kemunduran Bahasa daerah itu disebabkan oleh banyak faktor, antara lain penutur jati bahasa daerah banyak yang kurang memiliki kebanggaan dan tidak lagi menggunakan bahasa daerah mereka, dan minimnya pewarisan bahasa daerah ke generasi penerus. Faktor tersebut tentu berdampak terhadap khazanah kekayaan, pemikiran, dan pengetahuan akan bahasa daerah tersebut.
Menurut Hafidz, program RBD telah dimulai sejak 2021 hingga tahun 2024 telah dilakukan revitalisasi terhadap 114 bahasa daerah. Termasuk bahasa Minangkabau yang dilakukan revitalisasi dengan Model A, yang tergolong daya hidupnya masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, dan masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat.
Pendekatan juga dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah. Untuk itu, ia menekankan bahwa keberhasilan program tersebut sangat bergantung pada kesiapan dan peran guru di sekolah.
Ia juga mengajak pemerintah daerah untuk menciptakan ruang-ruang kreatif bagi anak, seperti lomba berpantun, pementasan badendang, atau festival cerita rakyat Minang, agar mereka punya pengalaman berbahasa daerah secara menyenangkan dan bermakna.
Di akhir acara, Hafidz Muksin kembali menekankan bahwa pelestarian bahasa daerah bukan hanya soal teknis, tetapi soal kesadaran, kolaborasi, dan tanggung jawab sosial.
“Bahasa bukan hanya alat bicara, tapi cara berpikir, merasakan, dan mewariskan nilai. Kita perlu dukungan semua pihak: guru, orang tua, budayawan, sastrawan, pemerintah daerah dan media massa. Hanya dengan itulah kita bisa mencegah punahnya warisan bahasa kita sendiri,” pungkasnya.(kemendikdasmen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar